Followers

Total Pageviews

Showing posts with label aceh. Show all posts
Showing posts with label aceh. Show all posts

Keindahan Islam di Aceh

ISLAM di Aceh tumbuh bersama seni: keindahan. Pesona itu lahir lewat karya-karya para ulama. Salah satunya Hamzah Fansuri. Ulama sufi ini menciptakan banyak syair nan indah sebagai media menyebarkan Islam, misalnya Syair Perahu yang begitu menggugah.

Hamzah Fansuri juga diakui sebagai salah seorang tokoh besar dalam perkembangan Islam di nusantara. Dia pujangga Islam yang menghiasi lembaran sejarah kesusastraan Melayu dan Indonesia. Bersama keindahan lewat sajaknya, Fansuri mendunia.

Di bidang bahasa, ia cakap berceloteh Urdu, Parsi, Melayu, dan Jawa. Kebolehan ini ia dapat kala mengembara untuk merajut ilmu. Lokasi-lokasi yang ia datangi seperti Banten (Jawa Barat), semenanjung Tanah Melayu, India, Parsi, dan Arab.

Fansuri sangat mahir ilmu fikih, tasawuf, falsafah, mantik, ilmu kalam, sejarah, sastra, dan lain-lain. Ilmu-ilmu ini juga dimiliki beberapa ulama lain sepantarannya, seperti Syiah Kuala, Syamsuddin Sumatrani, dan Ar Raniry.

Walau mendunia, di Aceh Fansuri didera kritik. Perbedaan paham “wahdatul wujud” yang diusungnya menjadikan Fansuri berbeda kata dengan Syiah Kuala, keponakannya. Fansuri didukung Sumatrani, muridnya. Syiah Kuala dan Ar-Raniry sama-sama menegakkan “isnainiyatul wujud”.

Namun terlepas dari perbedaan itu, keempatnya menjadikan Aceh dikenal di mata dunia. Tentu kita tak dapat menafikan peran Sultan Malikussaleh di Samudera Pasai yang begitu gigih menyiarkan Islam di nusantara dan semenanjung Melayu.

Islam masuk ke Aceh pada abad ke-7 Masehi di Samudera Pasai dan Peureulak. Kerajaan Peureulak disebut sebagai kerajaan Islam pertama di nusantara, bahkan Asia Tenggara. Proses masuknya Islam ke Peureulak, ketika pada 651 Masehi, Khalifah Usman Bin Affan mengirim delegasi ke China. Delegasi itu singgah di Aceh sambil mengenalkan Islam.

Islam di Aceh berkembang seiring lahirnya ulama-ulama legendaris seperti disebutkan di atas tadi. Ketokohan mereka, selain karena kedekatan dan jabatan di kerajaan, juga lantaran buah pikir yang dihasilkan dalam menyiarkan Islam.

Sepanjang hidupnya, Syiah Kuala menggarap kitab tafsir, kitab hadis, kitab fikih, dan kitab tasawuf. Tarjuman al-Mustafid (Terjemah Pemberi Faedah), menjadi kitab tafsir Syiah Kuala yang pertama dihasilkan di Indonesia dan berbahasa Melayu.

Di antara sekian banyak karyanya, kitab tafsir berjudul Tarjuman al-Mustafid, dianggap penting bagi kemajuan Islam di Nusantara. Kitab ini beredar kawasan Melayu bahkan luar negeri. Tafsir ini telah banyak memberikan petunjuk sejarah keilmuan Islam di Melayu.

Buah pikir lain yang tak kalah fenomenal adalah Bustan as-Salatin (Taman Raja-Raja), karya besar Nuruddin Ar-Raniry. Kitab tersebut termasuk terlengkap di masanya. Isinya berbagai topik yang berbeda, mulai dari gabungan sastra, kenegaraan, pengobatan, eskatologi, hingga sejarah dunia. Dalam kitab itu, Nuruddin juga menulis tentang hari wafatnya Syamsuddin Sumatrani pada 12 Rajab 1038 Hijriah.

Semasa hidup, Syamsuddin banyak menyiarkan pemikirannya dengan syair. Dia mengulas syair-syair sang guru seperti Syarah Rubai Hamzah Fansury. Karya Syamsuddin paling terkenal adalah Jauharul Haqa’iq (Permata Kebenaran). Buku ini menjelaskan tentang martabat tujuh; ajaran tasawuf yang dikembangkan Syamsuddin dari Fansuri. Begitulah, Islam di Aceh hidup dan berkembang dalam keindahan.[atjehpost.com]
11:47 PM | 1 komentar | Read More

Cantiknya Muslimah ‘Mata Biru’ Lamno, Aceh Jaya


BANDA ACEH – Mereka disapa dengan sebutan ‘Si Mata Biru’ atau ‘Bulek Lamno’. Ini karena warna mata mereka memang berbeda dengan warna mata sebagian besar penduduk Indonesia. Keturunan mata biru itu ada di pedalaman desa di bawah kaki Gunung Geureute, Aceh Jaya.

Tidak semua penduduk Lamno yang berada di kecamatan Jaya, kabupaten Aceh Jaya memiliki postur tinggi, berhidung mancung, berambut pirang, berkulit putih dan bermata biru kecoklatan. Ciri khas tersebut hanya dimiliki oleh penduduk asli Daya keturunan Portugis.

Wahidin, salah seorang warga desa Ujong Muloh yang mempunyai darah keturunan Portugis mengatakan komunitas si Mata Biru atau lebih dikenal dengan sebutan bulek Lamno, kini sudah berkurang jumlahnya.

“Merupakan keturunan kedelapan karena dari orangtua kami ada yang kelima dan enam. Di kabupaten Aceh Jaya dan khususnya kecamatan Jaya dan ada lagi kecamatan Baru, namanya kecamatan Indra Jaya di situ terdapat beberapa desa yang dihuni oleh penduduk keturunan Portugis yang pada abad ke-14 sampai ke-16 terdampar di daerah kerajaan Daya,” cerita Wahidin.

“Masyarakat dan kerajaan Daya menahan tentara Portugis, lalu mereka menikah dengan orang-orang yang berada di sekitar kerajaan Daya. Desa-desa yang menjadi basis keturunan Portugis penduduknya yaitu desa Ujong Muloh, Kuala Daya, Gle Jong,

Teumareum dan Lambeso, ini umumnya hampir semua perempuan dan laki-lakinya berciri khas kulit putih, rambut pirang dan hidung mancung.” Sementara prianya ditambah dengan berbulu di tangan dan bulu dada yang tebal.

Lamno sebuah wilayah yang terletak di pesisir Barat Aceh, berjarak 86 kilometer dari kota Banda Aceh, ibukota Provinsi. Adat istiadat Komunitas si Mata Biru sama dengan penduduk Aceh lainnya, hanya dialek bahasa yang membuat penduduk keturunan Portugis ini menjadi berbeda.

“Menyangkut dengan bahasa masyarakat Lamno berbeda dengan bahasa yang ada di kota. Orang keturunan Portugis itu menggunakan dialek bahasa Daya. Umpamanya kalo kamo (kami), bahasa Lamnonya kame atau kamey, (hari ini) uronyo disebut uronyee.”

Ada dua versi cerita tentang asal usul keberadaan orang Portugis di Lamno. Versi pertama mengatakan Portugis datang ke Aceh untuk menjajah pada tahun 1519 dan menikah dengan penduduk setempat, sedangkan versi kedua mengatakan sebuah kapal perang Portugis yang berisikan ratusan prajurit terdampar di perairan Lamno.

Kemudian Raja Daya yang berkuasa pada saat itu menyelamatkan prajurit dan menerima mereka menjadi penduduk setempat, dengan syarat harus memeluk agama Islam.

Menurut catatan sejarah yang ada di pusat dokumen induk Aceh, Marco Polo dalam petualangan pelayaran keliling dunianya tahun 1292-1295 pernah singgah di kerajaan Daya dan menulis buku tentang kebesaran kerajaan Daya berbaur dengan prajurit Portugis di Lamno.[kabar aceh]
8:30 AM | 0 komentar | Read More

inilah satu kisah belanda menyebut aceh pungo kepada rakyat aceh



[Repost] - Perang Aceh melawan belanda meletus dengan dahsyatnya pada tahun 1873,banyak korban yang tewas di pihak belanda serta keputus asan karena perang yang tidak juga berkahir membuat belanda melaksanakan strategi baru dengan membentuk pasukan marsose.
Menurut budayawan aceh barat Isnu kembara ”tindakan pasukan marsose yang kejam terhadap rakyat aceh, membuat perlawanan rakyat tidak lagi berkelompok tapi menghadapi pasukan militer belanda secara per seorangan dengan cara membunuh secara spontan . Kapan saja dan di mana jika bertemu orang belanda , orang aceh pada jaman itu langsung membunuh tanpa rasa takut akan di bunuh kembali oleh pihak belanda.
Semangat hikayat perang sabil dalam poh kaphe membuat rakyat aceh berlomba-lomba untuk melawan belanda dengan harapan akan mati syahit atau pahala syahit, dan tindakan inilah yang membuat pihak belanda tidak habis pikir dengan tindakan dan prilaku orang aceh yang di anggap gila.
Lalu istilah atjeh moorden atau aceh pungo begitu populer di kalangan militer belanda sehingga rasa kwatir mulai menimpa para pejabat militer belanda jika di tugaskan ke aceh.
Padahal belanda berharap dengan di bentuknya pasukan marsose akan membuat perlawanan rakyat aceh akan semakin pudar lalu menyerah, tapi malah sebaliknya . rakyat aceh semakin nekat menyerang barak militer,konvoi pasukan marsose bahkan memasuki kediaman pejabat militer hanya dengan bermodal rencong dan parang yang di selip di pinggang dan itu hanya di lakukan oleh seorang rakyat aceh biasa dan sebagian bukan berasal dari pejuang .
Akhirnya kerajaan belanda mengutus Dr.RH Kern penasehat pemerintah urusan kebumiputeraan untuk meneliti prilaku orang aceh sehari-hari apakah benar- benar gila. ternyata dari hasil penelitian yang di lakukan berbulan-bulan ternyata kesimpulan penilitian menunjukkan bahwa sifat membunuh orang aceh yang khas tersebut di lakukan oleh orang yang tidak terganggu jiwanya .. alias orang waras. Lalu apa yang melatar belakangi sehingga tindakan membunuh tersebut membuat takut belanda …. jawabannya adalah rasa dendam yang membara di hati orang aceh dengan berpegang prinsip” tung bila” harus di lakukan .
Inilah salah satu kisah mengapa belanda menyebut aceh moorden atau aceh pungo kepada rakyat aceh pada jaman dahulu dan istilah tersebut sangat populer di kehidupan sehari-hari orang aceh, merasa bangga di sebut aceh pungo namun marah besar jika di sebut aceh gila.! padahal arti sama hanya makna yang berbeda.

sumber : Aceh Pungo
10:50 PM | 2 komentar | Read More

[pic & video] tim Aceh di paraguay


Asuncion, Paraguay - Tim junior Aceh yang ditangani Escuela Empoli FC terus mengalami kemajuan, baik dari segi teknik maupun fisik. Dikatakan, para pemain yang berjumlah 30 orang tersebut kini menempati sebuah rumah yang fasilitasnya lengkap, sehingga merasa nyaman selama mengikuti latihan.

Pemerintah Provinsi Aceh telah mengalokasikan dana sekitar Rp45 miliar untuk mendanai pembinaan tim junior ke Paraguay selama tiga tahun. Mereka sudah berada di negara itu sejak 8 Agustus 2008.
sumber: waspada.com


Gambar Tim Aceh di paraguay












video latihannya



di sini saya hanya sharing. [NO RASISME]

masih ada pemain2 indonesia yang berguru keluar negeri seperti S.A.D , milan junior indonesia. dan masi ada lagi..
semoga mereka di perhatikan oleh persatuan sepak bola indonesia.
demi kemajuan sepak bola indonesia.

bagaimana menurut anda, apakah mereka pantas masuk dalam timnas?

12:01 AM | 1 komentar | Read More

Orang Yang Berjasa Besar Bagi Indonesia Namun Tidak Pernah Diakui


Ternyata 38 kg emas yang dipajang di puncak tugu Monumen Nasional (Monas) Jakarta, 28 kg di antaranya adalah sumbangan dari Teuku Markam, salah seorang saudagar Aceh yang pernah menjadi orang terkaya Indonesia. Orang-Orang hanya tahu bahwa emas tersebut memang benar sumbangan saudagar Aceh. Namun tak banyak yang tahu, bahwa Teuku Markamlah saudagar yang dimaksud itu.
Itu baru segelintir karya Teuku Markam untuk kepentingan negeri ini. Karya lainnya, ia pun ikut membebaskan lahan Senayan untuk dijadikan pusat olah raga terbesar Indonesia. Tentu saja banyak bantuan-bantuan Teuku Markam lainnya yang pantas dicatat dalam memajukan perekonomian Indonesia di zaman Soekarno, hingga menempatkan Markam dalam sebuah legenda.



Di zaman Orba, karyanya yang terbilang monumental adalah pembangunan infrastruktur di Aceh dan Jawa Barat. Jalan Medan-Banda Aceh, Bireuen-Takengon, Meulaboh, Tapaktuan dan lain-lain adalah karya lain dari Teuku Markam yang didanai oleh Bank Dunia. Sampai sekarang pun, jalan-jalan itu tetap awet. Teuku Markam pernah memiliki sejumlah kapal, dok kapal di Jakarta, Makassar, Medan, Palembang. Ia pun tercatat sebagai eksportir pertama mobil Toyota Hardtop dari Jepang. Usaha lain adalah mengimpor plat baja, besi beton sampai senjata untuk militer.



Mengingat peran yang begitu besar dalam percaturan bisnis dan perekonomian Indonesia, Teuku Markam pernah disebut-sebut sebagai anggota kabinet bayangan pemerintahan Soekarno. Peran Markam menjadi runtuh seiring dengan berkuasanya pemerintahan Soeharto. Ia ditahan selama delapan tahun dengan tuduhan terlibat PKI. Harta kekayaannya diambil alih begitu saja oleh Rezim Orba. Pernah mencoba bangkit sekeluar dari penjara, tapi tidak sempat bertahan lama. Tahun 1985 ia meninggal dunia. Aktivitas bisnisnya ditekan habis-habisan. Ahli warisnya hidup terlunta-lunta sampai ada yang menderita depresi mental. Hingga kekuasaan Orba berakhir, nama baik Teuku Markam tidak pernah direhabilitir. Anak-anaknya mencoba bertahan hidup dengan segala daya upaya dan memanfaatkan bekas koneksi-koneksi bisnis Teuku Markam. Dan kini, ahli waris Teuku Markam tengah berjuang mengembalikan hak-hak orang tuanya.



Siapakah Teuku Markam ??



Teuku Markam turunan uleebalang. Lahir tahun 1925. Ayahnya Teuku Marhaban. Kampungnya Seuneudon dan Alue Capli, Panton Labu, Aceh Utara. Sejak kecil Teuku Markam sudah menjadi yatim piatu. Ketika usia 9 tahun, Teuku Marhaban meninggal dunia. Sedangkan ibunya telah lebih dulu meninggal. Teuku Markam kemudian diasuh kakaknya Cut Nyak Putroe. Sempat mengecap pendidikan sampai kelas 4 SR (Sekolah Rakyat).



Teuku Markam tumbuh lalu menjadi pemuda dan memasuki pendidikan wajib militer di Koeta Radja (Banda Aceh sekarang) dan tamat dengan pangkat letnan satu. Teuku Markam bergabung dengan Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dan ikut pertempuran di Tembung, Sumatera Utara bersama-sama dengan Jendral Bejo, Kaharuddin Nasution, Bustanil Arifin dan lain-lain. Selama bertugas di Sumatera Utara, Teuku Markam aktif di berbagai lapangan pertempuran. Bahkan ia ikut mendamaikan clash antara pasukan Simbolon dengan pasukan Manaf Lubis.



Sebagai prajurit penghubung, Teuku Markam lalu diutus oleh Panglima Jenderal Bejo ke Jakarta untuk bertemu pimpinan pemerintah. Oleh pimpinan, Teuku Markam diutus lagi ke Bandung untuk menjadi ajudan Jenderal Gatot Soebroto. Tugas itu diemban Markam sampai Gatot Soebroto meninggal dunia.



Adalah Gatot Soebroto pula yang mempercayakan Teuku Markam untuk bertemu dengan Presiden Soekarno. Waktu itu, Bung Karno memang menginginkan adanya pengusaha pribumi yang betul-betul mampu menghendel masalah perekonomian Indonesia. Tahun 1957, ketika Teuku Markam berpangkat kapten (NRP 12276), kembali ke Aceh dan mendirikan PT Karkam. Ia sempat bentrok dengan Teuku Hamzah (Panglima Kodam Iskandar Muda) karena "disiriki" oleh orang lain. Akibatnya Teuku Markam ditahan dan baru keluar tahun 1958. Pertentangan dengan Teuku Hamzah berhasil didamaikan oleh Sjamaun Gaharu.

Keluar dari tahanan, Teuku Markam kembali ke Jakarta dengan membawa PT Karkam. Perusahaan itu dipercaya oleh Pemerintah RI mengelola pampasan perang untuk dijadikan dana revolusi. Selanjutnya Teuku Markam benar-benar menggeluti dunia usaha dengan sejumlah aset berupa kapal dan beberapa dok kapal di Palembang, Medan, Jakarta, Makassar, Surabaya. Bisnis Teuku Markam semakin luas karena ia juga terjun dalam ekspor - impor dengan sejumlah negara. Antara lain mengimpor mobil Toyota Hardtop dari Jepang, besi beton, plat baja dan bahkan sempat mengimpor senjata atas persetujuan Departemen Pertahanan dan Keamanan (Dephankam) dan Presiden.



Komitmen Teuku Markam adalah mendukung perjuangan RI sepenuhnya termasuk pembebasan Irian Barat serta pemberantasan buta huruf yang waktu itu digenjot habis-habisan oleh Soekarno. Hasil bisnis Teuku Markam konon juga ikut menjadi sumber APBN serta mengumpulkan sejumlah 28 kg emas untuk ditempatkan di puncak Monumen Nasional (Monas). Sebagaimana kita tahu bahwa proyek Monas merupakan salah satu impian Soekarno dalam meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Peran Teuku Markam menyukseskan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Afrika tidak kecil berkat bantuan sejumlah dana untuk keperluan KTT itu.



Teuku Markam termasuk salah satu konglomerat Indonesia yang dikenal dekat dengan pemerintahan Soekarno dan sejumlah pejabat lain seperti Menteri PU Ir Sutami, politisi Adam Malik, Soepardjo Rustam, Kaharuddin Nasution, Bustanil Arifin, Suhardiman, pengusaha Probosutedjo dan lain-lain. Pada zaman Soekarno, nama Teuku Markam memang luar biasa populer. Sampai-sampai Teuku Markam pernah dikatakan sebagai kabinet bayangan Soekarno.



Sejarah kemudian berbalik. Peran dan sumbangan Teuku Markam dalam membangun perekonomian Indonesia seakan menjadi tiada artinya di mata pemerintahan Orba. Ia difitnah sebagai PKI dan dituding sebagai koruptor dan Soekarnoisme. Tuduhan itulah yang kemudian mengantarkan Teuku Markam ke penjara pada tahun 1966. Ia dijebloskan ke dalam sel tanpa ada proses pengadilan. Pertama-tama ia dimasukkan tahanan Budi Utomo, lalu dipindahkan ke Guntur, selanjutnya berpindah ke penjara Salemba Jln Percetakan Negara. Lalu dipindah lagi ke tahanan Cipinang, dan terakhir dipindahkan ke tahanan Nirbaya, tahanan untuk politisi di kawasan Pondok Gede Jakarta Timur. Tahun 1972 ia jatuh sakit dan terpaksa dirawat di RSPAD Gatot Subroto selama kurang lebih dua tahun.



Peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto membuat hidup Teuku Markam menjadi sulit dan prihatin. Ia baru bebas tahun 1974. Ini pun, kabarnya, berkat jasa- jasa baik dari sejumlah teman setianya. Teuku Markam dilepaskan begitu saja tanpa ada konpensasi apapun dari pemerintahan Orba. "Memang betul, saat itu Teuku Markam tidak akan menuntut hak- haknya. Tapi waktu itu ia kan tertindas dan teraniaya," kata Teuku Syauki Markam, salah seorang putra Teuku Markam.



Soeharto selaku Ketua Presidium Kabinet Ampera, pada 14 Agustus 1966 mengambil alih aset Teuku Markam berupa perkantoran, tanah dan lain-lain yang kemudian dikelola PT PP Berdikari yang didirikan Suhardiman untuk dan atas nama pemerintahan RI. Suhardiman, Bustanil Arifin, Amran Zamzami (dua orang terakhir ini adalah tokoh Aceh di Jakarta) termasuk teman-teman Markam. Namun tidak banyak menolong mengembalikan asset PT Karkam. Justru mereka ikut mengelola aset-aset tersebut di bawah bendera PT PP Berdikari. Suhardiman adalah orang pertama yang memimpin perusahaan tersebut. Di jajaran direktur tertera Sukotriwarno, Edhy Tjahaja, dan Amran Zamzami. Selanjutnya PP Berdikari dipimpin Letjen Achmad Tirtosudiro, Drs Ahman Nurhani, dan Bustanil Arifin SH.



Pada tahun 1974, Soeharto mengeluarkan Keppres N0 31 Tahun 1974 yang isinya antara lain penegasan status harta kekayaan eks PT Karkam/PT Aslam/PT Sinar Pagi yang diambil alih pemerintahan RI tahun 1966 berstatus "pinjaman" yang nilainya Rp 411.314.924,29 sebagai penyertaan modal negara di PT PP Berdikari Kepres itu terbit persis pada tahun dibebaskannya Teuku Markam dari tahanan.



Proyek Bank Dunia

Sekeluar dari penjara, tahun 1974, Teuku Markam mendirikan PT Marjaya dan menggarap proyek-prorek Bank Dunia untuk pembangunan infrastruktur di Aceh dan Jawa Barat. Tapi tidak satupun dari proyek-proyek raksasa yang dikerjakan PT Marjaya baik di Aceh maupun di Jawa Barat, mau diresmikan oleh pemerintahan Soeharto. Proyek PT Marjaya di Aceh antara lain pembangunan Jalan Bireuen - Takengon, Aceh Barat, Aceh Selatan, Medan-Banda Aceh, PT PIM dan lain-lain.



Teuku Syauki menduga, Rezim Orba sangat takut apabila Teuku Markam kembali bangkit. Untuk itulah, kata Teuku Syauki, proyek-proyek Markam "dianggap" angin lalu. Teuku Markam meninggal tahun 1985 akibat komplikasi berbagai penyakit di Jakarta. Sampai akhir hayatnya, pemerintah tidak pernah merehabilitasi namanya. Bahkan sampai sekarang.



"Air susu dibalas air tuba," itulah nasib ayah kami, kata Teuku Syauki mengenai prilaku penguasa Orba. Untuk mengembalikan aset PT Karkam yang dikuasai oleh pemerintah, selaku ahli waris, Teuku Syauki Markam menyurati Presiden Gus Dur dan Wapres Megawati Soekarnoputri. Kekayaan Teuku Markam yang diambil alih itu ditaksir bernilai Rp 40 triliun lebih. "Kami menuntut kepada pemerintahan sekarang untuk mengembalikan seluruh aset kekayaan orang tua kami," kata Teuku Syauki Markam. "Seumur hidup saya akan berjuang mendapatkan kembali hak kelurga kami yang telah dirampas oleh pemerintahan Orba," tekad Teuku Syauki yang nampak geram atas tingkah polah kekuasaan Orba yang menyebabkan keluarga mereka menderita lahir batin.

maaf klo Repost.
just share.


sumber : from Aceh I'm in love

4:49 AM | 3 komentar | Read More

kopi Gayo resmi di patenkan





baca selengkapnya..



ACEH TENGAH, TAKENGON. Setelah melalui perjuangan panjang, akhirnya kopi arabika gayo (arabica gayo coffee) berhasil meraih sertifikat Indikasi Geografis (IG) atau hak paten dari Dirjen Hak dan Kekayaan Intelektual (HaKI) Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) Republik Indonesia.

Sertifikat IG kopi arabika akan diserahkan oleh Menteri Hukum dan HAM RI, Patrialis Akbar, yang didampingi Dirjen HaKI Kementerian Hukum dan HAM, Drs Andy N Sommeng, kepada Bupati Aceh Tengah, Ir H Nasaruddin MM, pada Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kekayaan Intelektual Se-Dunia ke-10 di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta, Kamis (27/5).

Proses permohonan IG telah dimulai sejak dua tahun lalu oleh masyarakat Gayo yang melibatkan para petani, agen, pedagang, peneliti kopi dan para eksportir kopi di daerah itu. Dengan keluarnya sertifkat IG kopi arabika gayo, maka Hak Paten Kopi Gayo sudah menjadi milik masyarakat Gayo.

“Dengan keluarnya sertifikat IG kopi gayo, maka nama kopi gayo sudah menjadi hak komunitas masyarakat Gayo,” kata Ketua Masyarakat Perlindungan Kopi Gayo (MPKG), Drs H Mustafa Ali, kepada Serambi, Rabu (26/5).

Sejak zaman Belanda, kata Mustafa Ali, kopi arabika gayo belum memiliki perlindungan hukum bagi para petani kopi di dataran tinggi Gayo. Akibatnya, banyak nama kopi gayo (gayo coffee) yang digunakan oleh pedagang bahkan perusahaan negara lain untuk kepentingan komersial.

“Terakhir, nama kopi gayo pernah dipatenkan oleh seorang pengusaha negara Belanda, padahal, Belanda tidak memiliki kebun kopi arabika gayo,” sebutnya. Mustafa Ali menjelaskan, secara hukum, IG merupakan indikasi yang dapat menerangkan dengan jelas bahwa suatu produk berasal dari suatu kawasan atau wilayah tertentu suatu negara, memiliki kualitas baik, reputasi (ketenaran), dan sifat-sifat lainnya yang secara mendasar (essential) terkait erat dengan asal geografisnya.

IG mencerminkan sebuah sistem yang merupakan hubungan antara produk, produsen dan kawasan produksi. Dari segi produksi meliputi komponen iklim, tanah, altitude (ketinggian tanah dari permukaan laut), pengetahuan tradisional baik kelembagaan maupun sejarahnya. Dari aspek produk meliputi mutu, kekhasan, reputasi dan lainnya. Dalam penggunaannya, IG bersifat hak kolektif dan hingga IG bagian dari HaKI yang dikenal pada 150 negara di dunia dan sudah masuk dalam kesepakatan World Trade Organization (WTO).

“Sesuai aturan IG, sertifikat IG kopi arabika gayo dimiliki secara kolektif oleh masyarakat tiga daerah yakni Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah dan Kabupaten Gayo Lues. Dengan keluarnya IG Kopi Arabika Gayo, maka keuntungan kolektif akan dinikmati oleh petani dan masyarakat dataran tinggi Gayo, baik petani, pedagang,” jelas Mustafa Ali.

Hingga kini luas kopi arabika gayo di Kabupaten Aceh Tengah 48.000 hektare yang melibatkan 33.000 kepala keluarga (KK), Bener Meriah 39.000 hektare (29.000 KK) dan 7.800 hektare lahan kopi arabika gayo di Kabupaten Gayo Lues dengan keterlibatan petani sebanyak 4.000 KK. “Sertifikat IG Kopi Arabika Gayo ini dimiliki secara kolektif oleh masyarakat tiga daerah tersebut,” kata Ketua Forum Kopi Aceh itu.

Selama ini, kata Mustafa Ali, harga kopi arabika gayo sering anjlok di pasar kopi dunia. Jatuhnya harga kopi gayo karena dipermainkan oleh para pembeli (buyer) dan pedagang luar negeri. Selama ini, kopi arabika gayo dibeli dengan harga berkisar 3 hingga 3,8 dollar per kilogram, dengan kadar air (KA) 13 persen. “Dengan adanya sertifikat IG itu, harga kopi arabika gayo dapat dipatok pada 4 dollar AS per kilogramnya,” ujarnya.

Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan (Disbunhut) Aceh Tengah, Ir Sahrial mengatakan, dengan keluarnya IG kopi gayo, maka nilai tawar kopi arabika gayo dimata pedagang dan komsumen dunia akan meningkat. Tidak seperti sebelumnya, para buyer kopi luar negeri sering mempermaikan harga Kopi Gayo sekehendak hatinya.

Bupati Aceh Tengah, Ir H Nasaruddin MM mengatakan, Kopi Arabika Gayo memiliki citarasa yang sangat khas dan sudah diakui oleh pakar uji citarasa (cupper) kopi dunia, Christopher Davidson. Citarasa Kopi Arabika Gayo memiliki heavy body and light acidity (sensasi dan rasa keras saat kopi diteguk dan aroma yang menggugah semangat).

Upaya memperoleh IG Kopi Arabika Gayo sangat panjang dan melibatkan banyak komponen, selain MPKG sebagai komponen utama, juga dibantu oleh Pemerintah Aceh, Aceh Pertnership for Economic Development (APED) Program, Forum Kopi Aceh dan pemerintah tiga kabupaten di dataran tinggi Gayo. “Mudah-mudahan dengan perolehan IG Kopi Arabika Gayo akan menambah kesejahteraan masyarakat Gayo,” ujar Nasaruddin. Penyerahan sertifikat IG Kopi Arabika Gayo hari ini selain dihadiri Bupati Aceh Tengah Ir H Nasaruddin, juga akan dihadiri Sekda Aceh Husni Bahri TOB SH MM MHum, Bupati Bener Meriah Ir H Tagore Abubakar, dan Bupati Gayo Lues, Ibnu Hasyim.



semoga bisa menjadi kesejahteraan dan kebaikan bagi para petani kopi di tanah gayo aceh tengah..
sumber : serambinews.com




12:03 AM | 0 komentar | Read More